Jumat, 28 November 2014
BENCANA KEBAKARAN HUTAN
Kebakaran Huta
Selama bulan Juni 2013, mayoritas kebakaran yang terjadi terpusat di Provinsi Riau, Pulau Sumatera, Indonesia. Angka yang cukup mengejutkan, yaitu sebanyak 87 persen dari peringatan titik api di sepanjang Sumatera pada 4-11 Maret berada di Provinsi Riau. Lihat animasi di bawah yang menunjukkan wilayah dimana kerapatan titik api paling banyak terjadi di Riau selama 12 hari terakhir, serta gambar dimana api terjadi pada area konsesi (Gambar 3, 4, dan 5).
Terlebih lagi, sekitar setengah dari peringatan titik api di Sumatera terletak di lahan yang dikelola oleh konsesi kelapa sawit, HTI, serta HPH, menurut data dari Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. Selain itu, beberapa dari area kebakaran yang paling besar tampak terjadi di konsesi yang dimiliki perusahaan-perusahaan besa.
Daftar perusahaan yang menjalankan operasi di area-area ini terdapat di akhir tulisan ini. Investigasi lebih lanjut perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebelum membuat kesimpulan definitif mengenai ada tidaknya perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap hukum yang membatasi penggunaan pembakaran.
3. Kenapa Masalah Ini Tetap Terjadi?
Krisis minggu ini menjadi yang terakhir dari daftar panjang mengenai episode kebakaran yang mempengaruhi Indonesia dan negara-negara tetangga. Meskipun kita sudah dapat menentukan ukuran kebakaran dan dimana lokasinya, masih banyak hal yang belum kita ketahui. Salah satunya, mengapa pemerintah Indonesia gagal untuk menerbitkan informasi dimana perusahaan sawit, kertas, dan kayu beroperasi. Meskipun Global Forest Watch memasukkan data konsesi terakhir yang tersedia, masih banyak kesenjangan informasi serta masalah seputar akurasi terkait peta ini.
Tersedianya peta batas konsesi serta kepemilikan lahan terbaru dapat memperbaiki koordinasi di antara institusi pemerintah yang berusaha menghentikan api, peningkatan penegakkan hukum di sekitar kawasan, serta tentu saja, akuntabilitas yang lebih baik untuk perusahaan maupun institutsi pemerintah terkait.
Kedua, investigasi lebih lanjut di lapangan menjadi prioritas yang mendesak, termasuk penelitian dan survei mendalam untuk dapat mengerti proporsi pembakaran yang dilakukan oleh perusahaan besar dibandingkan dengan operasi ukuran menengah maupun kecil. Tentu saja, petani miskin tidak memiliki alternatif selain menggunakan api ketika melakukan pembersihan lahan. Mereka juga dapat menggunakan api untuk merusak ataupun melakukan klaim atas lahan yang berada di bawah manajemen perusahaan besar. Konflik lahan seperti ini sangat umum di seluruh Indonesia. Pemerintah maupun organisasi peneliti independen, perlu secara cepat melakukan investasi lebih untuk mengerti akar masalah dari kebakaran ini serta menyusun program yang lebih baik untuk mencegah kebakaran.
Terkait dengan hal ini, beberapa progres telah dibuat. Pemerintah Indonesia dan Singapura, serta kelompok ASEAN yang lebih besar, sedang melakukan usaha-usaha untuk menurunkan risiko kebakaran. Deteksi api dan usaha pemadaman telah ditingkatkan, serta penegakkan hukum Indonesia telah melakukan beberapa penangkapan yang signifikan. Singapura bahkan mengajukan undang-undang mendobrak baru yang memungkinkan pemerintah untuk menjatuhkan sanksi kepada perusahaan—domestik maupun asing—yang menyebabkan kabut asap lintas-negara yang merugikan pemerintah negara tersebut. Pada Bulan Oktober, pemerintah negara-negara ASEAN telah sepakat untuk bekerja sama dan membagi data mengenai titik api dan penggunaan lahan, meskipun data ini tidak tersedia untuk publik. Lebih lanjut, banyak perusahaan yang telah, sejak saat itu, mengumumkan secara public kebijakan tidak menggunakan pembakaran, serta melakukan investasi terhadap system pengawasan dan pengendalian api mereka.
Akan tetapi, seperti yang ditunjukkan oleh angka yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, usaha-usaha tersebut belum menjawab pertanyaan apa yang diperlukan untuk menghentikan krisis ini. Nasib hutan, kualitas air, serta kesehatan masyarakat Indonesia—serta orang-orang dan hewan liar yang hidup dari pada hutan ini—bergantung pada penegakkan hukum, informasi yang transparan, koordinasi yang lebih baik antara institusi pemerintah, serta tanggung jawab perusahaan yang lebih baik lagi.
5 Penyebab Kebakaran Hutan & Penanganannya
Posted on .
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang paling besar dan bersifat dan bersifat sangat merugikan. Perbaikan kerusakan hutan akibat kebakaran memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi untuk mengembalikannya menjadi hutan kembali. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa hal yang dapat menyebabkan kebakaran huta seperti berikut ini.
1. Memperhatikan wilayah hutan dengan titik api (hot spot) cukup tinggi terutama lahan gambut di musim panas dan kemarau yang berkepanjangan.
2. Dilarang membuka ladang atau lahan pertanian dengan cara membakar hutan.
3. Dilarang meninggalkan bekas api unggun yang membara di hutan.
4. Tidak membuat arang di hutan.
5. Tidak membuang puntung rokok sembarangan di dalam hutan.
Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi kemungkinan atau terjadinya kebakaran hutan.
1. Membuat menara pengamat yang tinggi berikut alat telekomunikasi.
2. Melakukan patroli keliling hutan secara rutin untuk mengatasi kemungkinan kebakaran.
3. Menyediakan sistem transportasi mobil pemadam kebakaran yang siap digunakan.
4. Melakukan pemotretan citra secara berkala, terutama di musim kemarau untuk memantau wilayah hutan dnegan titik api cukup tinggi yang merupakan rawan kebakaran.
Apabila terjadi kebakaran hutan maka cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pemadaman kebakaran hutan adalah sebagai berikut.
1. Melakukan penyemprotan air secara langsung apabila kebakaran hutan bersekala kecil.
2. Jika api dari kebakaran bersekala luas dan besar, kita dapat melokalisasi api dengan membakar daerah sekitar kebakaran dan mengarahkan api ke pusat pembakaran, yaitu umumnya dimulai dari daerah yang menghambat jalannya api seperti sungai, danau, jalan, dan puncak bukit.
3. Melakukan penyemprotan air secara merata dari udara dengna menggunakan helikopter atau pesawat udara.
4. Membuat hujan buatan.
SUMBER: http://www.wri.org/blog/2014/03/kebakaran-hutan-di-indonesia-mencapai-tingkat-tertinggi-sejak-kondisi-darurat-kabut
Menyikapi sebuah bencana alam:
Kita sebagai manusia harus menjaga kelestarian alam karena bila alam rusak, manusia juga yang terkena dampaknya. Alam ini semua miliki tuhan, naamun sebagai manusia kita harus menjaganya agar tetap lestari. Bencana alam merupakan salah satu teguran Tuhan agar manusia tidak lupa dengan alam dan melalikan kewajibannya. Sikap ikhlas dan sabar merupakan solusi utama.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar